Wednesday, 9 January 2013

Adakah Demokrasi dalam Islam??


Adakah Demokrasi dalam Islam?


Secara ringkas berikut saya sampaikan tulisan dari KH.M.Sidiq Al Jawi yang bersumber dari kitab yang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum, yang kiranya cukup menjelaskan perbedaan yang signifikan antara demokrasi dan Islam. Bahwa syuro’ (musyawarah) dalam Islam BUKAN lah demokrasi, sampai pada kesimpulan jika diambil hukum syara terhadap demokrasi adalah sistem kufur.

Ada 5 (lima) segi kontradiksi Islam dengan demokrasi, yaitu sebagai berikut :
1. Sumber kemunculan
2. Aqidah
3. Pandangan tentang kedaulatan dan kekuasaan
4. Prinsip Mayoritas
5. Kebebasan (Hak Asasi Manusia)

Penjelasan masing – masing poin di atas adalah sebagai berikut ;

(1). Sumber Kemunculan
Sumber kemunculan demokrasi adalah manusia. Dalam demokrasi, yang menjadi pemutus (al haakim) untuk memberikan penilaian terpuji atau tercelanya benda yang digunakan manusia dan perbuatan-perbuatannya, adalah akal.

Para pencetus demokrasi adalah para filosof dan pemikir di Eropa, yang muncul tatkala berlangsung pertarungan sengit antara para kaisar dan raja di Eropa dengan rakyat mereka. Dengan demikian, jelas bahwa demokrasi adalah buatan manusia, dan bahwa pemutus segala sesuatu adalah akal manusia.
Sedangkan Islam sangat bertolak belakang dengan demokrasi dalam hal ini. Islam berasal dari Allah, yang telah diwahyukan-Nya kepada rasul-Nya Muhammad bin Abdullah SAW. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanya berupa wahyu yang diwahyukan." (QS. An-Najm : 3-4)

(2). Aqidah
Adapun aqidah yang melahirkan ide demokrasi, adalah aqidah pemisahan agama dari kehidupan dan negara (sekularisme). Aqidah ini dibangun di atas prinsip jalan tengah (kompromi) antara para rohaniwan Kristen –yang diperalat oleh para raja dan kaisar dan dijadikan perisai untuk mengeksploitir dan menzhalimi rakyat atas nama agama, serta menghendaki agar segala urusan tunduk di bawah peraturan agama-- dengan para filosof dan pemikir yang mengingkari eksistensi agama dan menolak otoritas para rohaniwan.

Aqidah ini tidak mengingkari eksistensi agama, tetapi hanya menghapuskan perannya untuk mengatur kehidupan bernegara. Dengan sendirinya konsekuensi aqidah ini ialah memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat peraturan hidupnya sendiri.

Sedangkan Islam, sangatlah berbeda dengan Barat dalam hal aqidahnya. Islam dibangun di atas landasan Aqidah Islamiyah, yang mewajibkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah --yakni hukum-hukum syara' yang lahir dari Aqidah Islamiyah-- dalam seluruh urusan kehidupan dan kenegaraan. Aqidah ini menerangkan bahwa manusia tidak berhak membuat peraturan hidupnya sendiri. Manusia hanya berkewajiban menjalani kehidupan menurut peraturan yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia.

(3). Pandangan Tentang Kedaulatan dan Kekuasaan
Demokrasi menetapkan bahwa rakyatlah yang memiliki dan melaksanakan kehendaknya, bukan para raja dan kaisar. Rakyatlah yang menjalankan kehendaknya sendiri. Berdasarkan prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, pemilik dan pelaksana kehendak, maka rakyat berhak membuat hukum yang merupakan ungkapan dari pelaksanaan kehendak rakyat dan ungkapan kehendak umum dari mayoritas rakyat. Rakyat membuat hukum melalui para wakilnya yang mereka pilih untuk membuat hukum sebagai wakil rakyat. Kekuasaan juga bersumber dari rakyat, baik kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Sementara itu, Islam menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan syara', bukan di tangan umat. Sebab, Allah SWT sajalah yang layak bertindak sebagai Musyarri' (pembuat hukum). Umat secara keseluruhan tidak berhak membuat hukum, walau pun hanya satu hukum. Allah SWT berfirman :

"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (QS. Al An'aam: 57)

Dalam hal kekuasaan, Islam menetapkan bahwa kekuasaan itu ada di tangan umat Islam. Artinya, bahwa umat memiliki hak memilih penguasa, agar penguasa itu dapat menegakkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah atas umat.

Prinsip ini diambil dari hadits-hadits mengenai bai'at, yang menetapkan adanya hak mengangkat Khalifah di tangan kaum muslimin dengan jalan bai'at untuk mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Rasulullah saw bersabda :
"Barangsiapa mati sedang di lehernya tak ada bai’at (kepada Khalifah) maka dia mati jahiliyah." (HR. Muslim)

(4). Prinsip Mayoritas
Demokrasi memutuskan segala sesuatunya berdasarkan suara terbanyak (mayoritas). Sedang dalam Islam, tidaklah demikian. Rinsiannya adalah sebagai berikut :
a)      Untuk masalah yang berkaitan dengan hukum syaraâ’, yang menjadi kriteria adalah kekuatan dalil, bukan mayoritas. Dalilnya adalah peristiwa pada Perjanjian Hudaibiyah.
b)      Untuk masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau kebenarannya, bukan suara mayoritas. Peristiwa pada perang Badar merupakan dalil untuk ini.
c)       Sedang untuk masalah teknis yang langsung berhubungan dengan amal (tidak memerlukan keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas. Peristiwa pada Perang Uhud menjadi dalilnya.

(5). Kebebasan (Hak Asasi Manusia)
Dalam demokrasi dikenal ada empat kebebasan,inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu:
a)      Kebebasan beragama (freedom of religion)
b)      Kebebasan berpendapat (fredom of speech)
c)       Kebebasan kepemilikan (freedom of ownership)
d)      Kebebasan bertingkah laku (personal freedom)

Ini bertentangan dengan Islam, sebab dalam Islam seorang muslim wajib terikat dengan hukum syaraâ’ dalam segala perbuatannya. Tidak bisa bebas dan seenaknya. Terikat dengan hukum syaraâ’ bagi seorang muslim adalah wajib dan sekaligus merupakan pertanda adanya iman padanya. Allah SWT berfirman :

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan." (QS. An Nisaa': 65)

Demikian sedikit uraian tentang demokrasi. Semoga mencerahkan dan memperjelas bahwa demokrasi tidak ada dalam Islam. Semoga Allah slalu memberi petunjuk kepada kita semua bahwa yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil. Maka tidak ada alasan untuk tidak menolak demokrasi!!!???

Wallahu a’lam bi shawab, demi ridho-Mu, Ya Allah, saksikanlah hamba sudah menyampaikan

No comments:

Post a Comment