Adakah Demokrasi dalam Islam?
Secara ringkas berikut saya sampaikan
tulisan dari KH.M.Sidiq Al Jawi yang bersumber dari kitab yang ditulis oleh
Syaikh Abdul Qadim Zallum, yang kiranya cukup menjelaskan perbedaan yang
signifikan antara demokrasi dan Islam. Bahwa syuro’ (musyawarah) dalam Islam
BUKAN lah demokrasi, sampai pada kesimpulan jika diambil hukum syara terhadap
demokrasi adalah sistem kufur.
Ada 5 (lima) segi kontradiksi Islam dengan
demokrasi, yaitu sebagai berikut :
1. Sumber kemunculan
2. Aqidah
3. Pandangan tentang kedaulatan dan kekuasaan
4. Prinsip Mayoritas
5. Kebebasan (Hak Asasi Manusia)
Penjelasan
masing – masing poin di atas adalah sebagai berikut ;
(1). Sumber Kemunculan
Sumber
kemunculan demokrasi adalah manusia. Dalam demokrasi, yang menjadi pemutus (al
haakim) untuk memberikan penilaian terpuji atau tercelanya benda yang digunakan
manusia dan perbuatan-perbuatannya, adalah akal.
Para
pencetus demokrasi adalah para filosof dan pemikir di Eropa, yang muncul
tatkala berlangsung pertarungan sengit antara para kaisar dan raja di Eropa
dengan rakyat mereka. Dengan demikian, jelas bahwa demokrasi adalah buatan
manusia, dan bahwa pemutus segala sesuatu adalah akal manusia.
Sedangkan
Islam sangat bertolak belakang dengan demokrasi dalam hal ini. Islam berasal
dari Allah, yang telah diwahyukan-Nya kepada rasul-Nya Muhammad bin Abdullah
SAW. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
"Dan tiadalah yang diucapkannya
itu menurut hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanya berupa wahyu yang
diwahyukan." (QS. An-Najm : 3-4)
(2). Aqidah
Adapun
aqidah yang melahirkan ide demokrasi, adalah aqidah pemisahan agama dari
kehidupan dan negara (sekularisme). Aqidah ini dibangun di atas prinsip jalan
tengah (kompromi) antara para rohaniwan Kristen –yang diperalat oleh para raja
dan kaisar dan dijadikan perisai untuk mengeksploitir dan menzhalimi rakyat
atas nama agama, serta menghendaki agar segala urusan tunduk di bawah peraturan
agama-- dengan para filosof dan pemikir yang mengingkari eksistensi agama dan
menolak otoritas para rohaniwan.
Aqidah
ini tidak mengingkari eksistensi agama, tetapi hanya menghapuskan perannya
untuk mengatur kehidupan bernegara. Dengan sendirinya konsekuensi aqidah ini
ialah memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat peraturan hidupnya
sendiri.
Sedangkan
Islam, sangatlah berbeda dengan Barat dalam hal aqidahnya. Islam dibangun di
atas landasan Aqidah Islamiyah, yang mewajibkan pelaksanaan perintah dan
larangan Allah --yakni hukum-hukum syara' yang lahir dari Aqidah Islamiyah--
dalam seluruh urusan kehidupan dan kenegaraan. Aqidah ini menerangkan bahwa
manusia tidak berhak membuat peraturan hidupnya sendiri. Manusia hanya
berkewajiban menjalani kehidupan menurut peraturan yang ditetapkan Allah SWT
untuk manusia.
(3). Pandangan Tentang Kedaulatan dan
Kekuasaan
Demokrasi
menetapkan bahwa rakyatlah yang memiliki dan melaksanakan kehendaknya, bukan
para raja dan kaisar. Rakyatlah yang menjalankan kehendaknya sendiri.
Berdasarkan prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, pemilik dan
pelaksana kehendak, maka rakyat berhak membuat hukum yang merupakan ungkapan
dari pelaksanaan kehendak rakyat dan ungkapan kehendak umum dari mayoritas
rakyat. Rakyat membuat hukum melalui para wakilnya yang mereka pilih untuk
membuat hukum sebagai wakil rakyat. Kekuasaan juga bersumber dari rakyat, baik
kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Sementara
itu, Islam menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan syara', bukan di tangan
umat. Sebab, Allah SWT sajalah yang layak bertindak sebagai Musyarri' (pembuat
hukum). Umat secara keseluruhan tidak berhak membuat hukum, walau pun hanya
satu hukum. Allah SWT berfirman :
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak
Allah." (QS. Al An'aam: 57)
Dalam
hal kekuasaan, Islam menetapkan bahwa kekuasaan itu ada di tangan umat Islam.
Artinya, bahwa umat memiliki hak memilih penguasa, agar penguasa itu dapat
menegakkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah atas umat.
Prinsip
ini diambil dari hadits-hadits mengenai bai'at, yang menetapkan adanya hak
mengangkat Khalifah di tangan kaum muslimin dengan jalan bai'at untuk
mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Rasulullah saw bersabda :
"Barangsiapa mati sedang di
lehernya tak ada bai’at (kepada Khalifah) maka dia mati jahiliyah." (HR. Muslim)
(4). Prinsip Mayoritas
Demokrasi
memutuskan segala sesuatunya berdasarkan suara terbanyak (mayoritas). Sedang
dalam Islam, tidaklah demikian. Rinsiannya adalah sebagai berikut :
a)
Untuk masalah yang berkaitan dengan hukum syaraâ’, yang
menjadi kriteria adalah kekuatan dalil, bukan mayoritas. Dalilnya adalah
peristiwa pada Perjanjian Hudaibiyah.
b)
Untuk masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya
adalah ketepatan atau kebenarannya, bukan suara mayoritas. Peristiwa pada
perang Badar merupakan dalil untuk ini.
c)
Sedang untuk masalah teknis yang langsung berhubungan
dengan amal (tidak memerlukan keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas.
Peristiwa pada Perang Uhud menjadi dalilnya.
(5). Kebebasan (Hak Asasi Manusia)
Dalam
demokrasi dikenal ada empat kebebasan,inilah yang kemudian dikenal dengan
istilah Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu:
a)
Kebebasan beragama (freedom of religion)
b)
Kebebasan berpendapat (fredom of speech)
c)
Kebebasan kepemilikan (freedom of ownership)
d)
Kebebasan bertingkah laku (personal freedom)
Ini
bertentangan dengan Islam, sebab dalam Islam seorang muslim wajib terikat
dengan hukum syaraâ’ dalam segala perbuatannya. Tidak bisa bebas dan seenaknya.
Terikat dengan hukum syaraâ’ bagi seorang muslim adalah wajib dan sekaligus
merupakan pertanda adanya iman padanya. Allah SWT berfirman :
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim
(pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan." (QS. An Nisaa': 65)
Demikian
sedikit uraian tentang demokrasi. Semoga mencerahkan dan memperjelas bahwa
demokrasi tidak ada dalam Islam. Semoga Allah slalu memberi petunjuk kepada
kita semua bahwa yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil. Maka tidak ada
alasan untuk tidak menolak demokrasi!!!???
Wallahu a’lam bi shawab, demi ridho-Mu,
Ya Allah, saksikanlah hamba sudah menyampaikan
No comments:
Post a Comment