Monday 10 March 2014

KERUSAKAN METODE HERMENEUTIKA DALAM TAFSIR AL QUR’AN


Pendahuluan
Hermenetika sesungguhnya adalah metode tafsir bible yang dipaksakan oleh orang-orang Islam yang terbaratkan. Mereka silau atas peradaban barat, mereka inferior atas peradaban barat sehingga mengambil apapun yang ada dibarat.

Sebagai Metode Penafsiran, Metode Hermenutika di klaim oleh para pengusungnya sebagai metode berpikir rasional, tetapi sungguh jika kita kaji dan cermati justru tidak rasional, mengapa?karena mereka justru telah meninggalkan poin utama dimana proses berpikir rasional tersebut bisa berjalan yakni anggapan awal-informasi awal (maklumat sabiqoh). Dengan ketiadaan anggapan awal ini maka para "mufasir" ala hermeneutik pasti akan terjatuh pada ketidakpastian. Terombang-ambing oleh daya pikirnya sendiri, hidup pada alam angan-angan yang tidak jelas.

Islam-Al Qur'an telah memiliki metode tafsir yang khas, unik, terpercaya, rasional dan mapan. Itulah terwujud dalam ilmu tafsir dengan ragam model tafsir dengan metode riwayat (bi ma'tsur) metode penelaahan (bi'ra'y) dll. dan yang terpenting Al Qur'an tidak memiliki problem sebagaimana bible.


1.      Apa itu Hermeneutika

Hermeneutika (bahasa Yunani: Ερμηνεύω, hermēneuō: menafsirkan) adalah aliran filsafat yang bisa didefinisikan sebagai teori interpretasi dan penafsiran sebuah naskah melalui percobaan. Kata tersebut berhubungan dengan dewa Hermes, dewa dalam mitologi Yunani yang bertugas menyampaikan berita dari para dewa kepada manusia. Dewa ini juga dewa ilmiah, penemuan, kefasihan bicara, seni tulis dan kesenian.[1] Hermeneutika umumnya dipakai untuk menafsirkan Alkitab, terutama dalam studi kritik mengenai Alkitab. (id.wikipedia.org)

Dalam The New Encyclopedia Britannica, dikatakan bahwa hermeneutika adalah studi tentang prinsip-prinsip umum dalam interpretasi Bible (hermeneutics is the study of the general principal of biblical interpretation). Tujuan dari hermeneutika adalah untuk menemukan kebenaran dan nilai-nilai dalam Bible.

Dalam sejarah interpretasi Bible, ada empat model utama interpretasi Bible, yaitu : Pertama, literal interpretation(1); Kedua, moral interpretation(2); Ketiga, allegorical interpretation(3), dan keempat; anagogical interpretation(4). Dari model-model ini, yang menjadi arus utama sejak awal sejarah Kristen adalah model literal (model Antioch) dan model alegoris (model Alexandria). (Husaini, 2005). Keempat model interpretasi Bible tersebut dipraktikkan sejak awal sejarah Kristen (abad ke-4 M), dengan tokohnya Saint Jerome, hingga berakhirnya Abad Pertengahan (abad ke-16 M) dengan tokohnya Marthin Luther. Pada masa modern, hermeneutika dipelopori oleh Friedrich Schleiermacher (1768-1834). Tokoh teolog Protestan ini dikenal sebagai Bapak Hermeneutika Modern yang pertama kali berusaha membakukan hermeneutika sebagai metode umum interpretasi yang tidak terbatas pada interpretasi kitab suci atau kitab sastra. Menurut Fahrudin Faiz dalam bukunya Hermeneutika Al-Qur`an (2005), ada tiga tipe hermeneutika. Pertama, hermeneutika sebagai cara untuk memahami. Contoh tokohnya adalah Schleiermacher, Dilthey, dan Emilio Betti. Kedua, hermeneutika sebagai cara untuk memahami suatu pemahaman. Tokohnya semisal Heidegger (w. 1976) dan Gadamer. Ketiga, hermeneutika sebagai cara untuk mengkritisi pemahaman. Tokohnya semisal Jacques Derrida, Habermas, dan Foucault. (Faiz, 2005:8-10).

Dalam perspektif pendekatan hermeneutik, menurut Amin Abdullah, variabel pemahaman manusia sedikitnya melibatkan tiga unsur. Pertama, unsur pengarang (author). Kedua, unsur teks (text). Ketiga, unsur pembaca (reader). Ketiga elemen pokok inilah yang dalam studi hermeneutika disebut Triadic Structure (Faiz, 2005).

Hermeneutika Al-Qur`an
Seiring dengan hegemoni peradaban Barat atas Dunia Islam, hermeneutika pun mengalami perkembangan lebih jauh lagi, yakni diaplikasikan oleh para intelektual muslim liberal terhadap Al-Qur`an. Pelopornya adalah para modernis (pembaharu) muslim abad ke-19 M, seperti Sayyid Ahmad Khan, Ameer Ali, Ghulam Ahmad Parvez, dan Muhammad Abduh (Faiz, 2005). Pada abad ke-20, dalam dekade 60-an hingga 70-an, muncul beberapa tokoh dengan karya-karya hermeneutik. Hassan Hanafi, Arkoun, Fazlurrahman, dan Nasr Hamid Abu Zayd disebut-sebut sebagai tokoh-tokoh yang menafsirkan Al-Qur`an dengan metode hermeneutika (Mustaqim, 2003:104-117; Mustaqim & Syamsudin, 2002:149-167).

Hermeneutika, sebagaimana disebut di atas, pada dasarnya merupakan suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian melangkah ke analisis konteks, untuk kemudian "menarik" makna yang didapat ke dalam ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan. Jika pendekatan hermeneutika ini dipertemukan dengan kajian Al-Qur`an, maka persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaimana teks Al-Qur`an hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.

Lebih jauh ada tiga variabel yang harus diperhatikan dalam rangka penerapan hermeneutika pada Al Qur’an yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. Tentang teks, sudah jelas Ulum Al-Qur`an telah membahasnya secara detail, misalnya dalam sejarah pembukuan mushaf Al-Qur`an dengan metode riwayat. Tentang konteks, ada kajian asbabun nuzul, nasikh mansukh, makki-madani yang menunjukkan perhatian terhadap aspek "konteks" dalam penafsiran Al-Qur`an. Tapi level kesadaran konteks hanya membawa ke masa lalu, untuk itu harus ditambahkan variabel kontekstualisasi, yaitu menumbuhkan kesadaran akan kekinian dan segala logika serta kondisi yang berkembang di dalamnya. Variabel kontekstualisasi ini adalah perangkat metodologis agar teks yang berasal dari masa lalu dapat dipahami dan bermanfaat bagi masa sekarang (Faiz, 2005).

2.       Metode Hermeneutika dan Ilmu Tafsir Al Qur’an
Secara epistemis, terbukti bahwa kelahiran tafsir hermenutika tidak bisa dilepaskan dari sejarah Yahudi dan Kristen, ketika mereka dihadapkan pada pemalsuan kitab suci, dan monopoli penafsiran kitab suci oleh gereja. Dari sinilah mereka perlu melakukan dekonstruksi wahyu, yang telah tereduksi menjadi Corpus officiel clos itu. Dengan teori linguistik, mereka susun tahap wahyu untuk menjustifikasi keabsahan tafsiran mereka, yang sama-sama bersumber dari wahyu, meski bukan wahyu verbal. Meski begitu, hermeneutika tetap tidak bisa menyelamatkan kitab suci mereka dari praktek pemalsuan, termasuk tidak lepas dari problem besar, hermeneutic circle.

Realitas ini tidak dihadapi ummat Islam. Ummat Islam tidak pernah menghadapi problem seperti ummat Yahudi maupun Kristiani, baik menyangkut soal pemalsuan kitab suci maupun monopoli penafsiran. Di dalam Islam ada ilmu riwayat, yang tidak pernah disentuh oleh hermeneutika. Dengan ilmu ini, autentisitas al-Qur’an dan Hadits bisa dibuktikan. Dengan ilmu ini, riwayat Ahad dan Mutawatir bisa diuji; dan dengannya, mana mushaf yang bisa disebut al-Qur’an dan tidak bisa dibuktikan. Dengannya, historitas tanzîl, atau asbâb an-nuzûl ---dan juga asbâb al-wurûd--- bisa dianalisis. Begitu juga, periodisasi tanzîl, atau Makki dan Madani, bisa dirumuskan dengan bantuan ilmu tersebut. Dengannya juga, bisa disimpulkan, bahwa pembukuan al-Qur’an itu karena perintah Allah, bukan karena faktor sosial atau politik. Pengetahuan tersebut kemudian disistematikan oleh para ulama’ dalam kajian ‘Ulûm al-Qur’ân.

Dari sini, bisa disimpulkan bahwa sejarah yang melatarbelakangi lahirnya hermeneutika adalah sejarah pemalsuan kitab suci dan monopoli penafsiran pihak gereja. Anggapan inilah yang telah melahirkan hermeneutika sebagai kaidah interpretasi-epistemologis. Anggapan seperti sama sekali tidak terlintas dalam kepala ummat Islam. Baru setelah abad ke-20, anggapan ini dikembangkan oleh kaum terpelajar Muslim yang belajar di Barat, sehingga seakan-akan ummat Islam menghadapi persoalan dengan kitab suci mereka, seperti yang dihadapi ummat lain. Muncul Fazlur Rahman dan Arkoun, disusul Nashr Abû Zayd dan lain-lain, yang mengusung teori hermeneutika ini sebagai metode tafsir al-Qur’an.

Dengan dalih obyektivitas, hermeneutika ---sebagai interpretasi-epistemologis--- telah menolak semua anggapan untuk membangun kesimpulannya. Tetapi, kenyataannya anggapan itu tidak pernah bisa dielakkan. Inilah yang kemudian mereka sebut dengan problem besar, hermeneutic circle (lingkaran setan tafsiran) itu. Ini sekaligus menunjukkan kesalahan teori ini, sebagai metode berfikir. Dengan dalih obyektivitas, semua anggapan dibuang, padahal obyek kajian yang dihadapi bukanlah realitas empiris yang bisa diuji dengan kaidah eksperimental layaknya obyek kajian ilmiah. Kesalahan inilah yang menyebabkan kesalahan-kesalahan berikutnya, termasuk ketika teori ini digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an.

Padahal, al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan menggunakan bahasa Arab untuk menjelaskan kepada ummat manusia, tentang apa saja ihwal kehidupan mereka. Kitab ini telah diturunkan secara mutawatir, dan tersimpan di antara dua ujung mushaf. Inilah anggapan ---tepatnya realitas--- yang melatarbelakangi lahirnya tafsir al-Qur’an sebagai kajian yang berusaha menjelaskan makna-makna yang digali dari lafadz-lafadz kitab suci tersebut. Dari sinilah, dengan tegas Ibn Khaldûn menyatakan, bahwa tafsir al-Qur’an merupakan bagian dari al-‘ulûm an-naqliyyah, ilmu yang berpijak pada informasi dari pembuat syariat. Karena bidang tafsir adalah makna lafadz al-Qur’an, sementara al-Qur’an sendiri adalah kitab at-tasyrî’ yang berbahasa Arab, maka metode tafsir tidak bisa dipisahkan dari dua sumber tersebut, bahasa dan syara’. Dari sinilah, Ibn Khaldûn membagi tafsir menjadi dua: tafsîr naqlî, atau yang kini populer dengan istilah tafsîr bi al-ma’tsûr, dan tafsîr yarjî’ ilâ al-lisân, atau ---meminjam istilah Syaikh Taqiyuddîn an-Nabhâni--- tafsîr bi ar-ra’y. Jenis tafsir yang pertama adalah tafsir yang berpijak pada riwayat, termasuk nâsikh-mansûkh, asbâb an-nuzûl, dan maksud ayat. Sedangkan jenis yang kedua berpijak pada pengetahuan bahasa Arab, i’râb, dan balâghah sesuai dengan maksud dan gaya bahasa al-Qur’an. Kedua jenis tafsir ini jelas sangat ditentukan oleh informasi yang dikumpulkan oleh mufasir, baik yang bersumber dari sumber syara’ maupun bahasa. Dan, hanya dua model tafsir inilah yang diterima oleh para ulama’ sebagai tafsir yang representatif dan obyektif. Adapun tafsîr isyârî atau tafsîr ‘irfâni, tafsir yang dibangun berdasarkan pembacaan simbolis dan mistis ---seperti yang digagas oleh kaum Sufi--- atau tafsir imaginer ---seperti yang digagas Arkoun--- adalah tafsir yang dianggap tidak obyektif. Karena tafsir yang terakhir ini tunduk pada akal, atau pengalaman esoteris pembacanya.

Dengan kata lain, obyektivitas tafsir al-Qur’an itu ditentukan oleh tunduk dan tidaknya akal dalam melakukan pembacaan terhadap teks berdasarkan kedua sumber tersebut. Karena akal hanya berfungsi untuk memahami, maka dikatakan obyektif, jika tafsiran akal tunduk pada kedua sumber ---syara’ dan bahasa--- tersebut. Jika akal tidak tunduk pada kedua sumber tersebut, berarti al-Qur’an ---seperti yang dituduhkan Arkoun--- hanya menjadi alat justifikasi. Justru inilah yang menyandera tafsir hermeneutika Fazlur Rahman, Arkoun, Nash Abû Zayd dan kawan-kawannya. Di sinilah letak persoalan metode tafsir hermeneutika yang mereka kembangkan, ketika anggapan-anggapan dasar yang seharusnya digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an semuanya dibuang, seperti akidah dan syariat Islam, misalnya. Justru anggapan-anggapan kufur sengaja dikembangkan dan menjadi asumsi dasar tafsir hermeneutika mereka, misalnya: al-Qur’an adalah produk budaya, al-Qur’an adalah kompilasi Kata Tuhan dan kata Muhammad, al-Qur’an sudah tereduksi menjadi korpus resmi tertutup, dan karenanya harus didekonstruksi. Akibatnya, apa saja yang berbau syara’ harus dibuang, demi ---apa yang mereka klaim sebagai---obyektivitas.

Maka, teori hermeneutika yang memang lahir dari ranah budaya Yahudi dan Kristen itu, tentu tidak mampu untuk menjangkau apa yang dimaksud oleh al-Qur’an itu sendiri. Sebagai contoh, klasifikasi kata (lafadh) Arab, seperti majâz (kiasan) dan haqîqah (hakiki), memang dibahas oleh teori hermeneutika, sebagaimana kajian ilmu tafsir, tetapi teori hermeneutika tidak mengenal haqîqah syar’iyyah, seperti lafadz al-jihâd, as-shalâh dan sebagainya. Padahal, realitas tersebut ada di dalam al-Qur’an, ketika lafadz tersebut telah direposisi oleh sumber syara’ dari makna bahasa menjadi makna syara’. Karena teori hermeneutika tidak mengenal haqîqah syar’iyyah, maka kedua lafadz tersebut tetap diartikan sebagai haqîqah lughawiyah, sehingga masing-masing diartikan dengan kerja keras untuk jihâd, dan berdoa untuk shalâh. Tidak dimasukkannya, atau lebih tepat ditolaknya, keberadaan haqîqah syar’iyyah dalam teori hermeneutika adalah, karena teori ini lahir bukan dari teks syara’.

Dengan kerangka epistema seperti ini, teori hermeneutika juga tidak menyentuh nâsikh-mansûkh, atau penggunaan teks di luar konteks historisitasnya, sebagaimana yang dibakukan dalam kaidah: al-‘ibrah bi ‘umûm al-lafdh[i] la bi khushûs[i] as-sabab. Sebab, keduanya bersumber dari sumber syara’. Dengan teori ini, ayat-ayat yang telah dinasakh dianggap masih berlaku, misalnya, surat Ali ‘Imrân [03]: 130, yang membolehkan riba, asal tidak berlipat ganda. Padahal, ayat ini sudah dinasakh dengan surat al-Baqarah [02]: 278. Kasus yang sama juga berlaku pada ayat-ayat khamer, sehingga baik riba maupun khamer menjadi boleh. Inilah produk tafsir hermeneutika. Dengan kerangka yang sama, kaidah bahasa: muthlaq-muqayyad, seperti dalam kasus as-sâriq[u] wa as-sâriqat[u] surat al-Mâ’idah [05]: 38, yang muthlaq kemudian di-taqyîd dengan hadits: majâ’ah mudhtharr (kelaparan yang mengancam nyawa), tidak diakui. Tentu, karena kedudukan Rasul hanya dianggap sebagai tokoh sejarah, bukan sebagai bagian dari as-Syâri’. Akibatnya, tindakan ‘Umar ketika tidak memotong tangan pencuri yang mencuri pada tahun paceklik dianggap sebagai tidak menerapkan hukum potong tangan. Padahal, ini bagian dari konteks muthlaq-muqayyad. Dengan Rasul yang diposisikan sebagai tokoh historis, berarti konteks mujmal-mubayyan juga tidak bisa mereka terima.

Dari sini jelas, bahwa kebobrokan tafsir hermeneutika justru terletak pada kerangka epistemologisnya, ketika menolak anggapan yang justru terjebak dengan anggapan. Dan, ini yang mereka akui sendiri, atau seperti yang mereka sebut dengan hermeneutic circle. Masalah ini terjadi, karena tafsir hermeneutika merupakan bagian dari metode berfikir rasional, bukan metode ilmiah. Metode berfikir rasional, tidak bisa dipisahkan dari anggapan atau informasi. Maka, kebobrokan tafsir hermeneutika justru terjadi karena kebobrokan metode berfikirnya. Akibatnya, bangunan pemikiran yang lahir dari kebobrokan ini penuh dengan kontradiksi dan inkonsistensi. Seperti membangun obyektivitas tafsir, yang justru terjebak dengan subyektivitas kontemplatif dan imaginer. Di sisi lain, teori interpretasi-epistemologis yang lahir dari sumber non-syara’ ini tidak cukup untuk membaca teks al-Qur’an yang bukan saja kitab berbahasa Arab, tetapi juga kitab tasyrî’. Maka, pemaksaan al-Qur’an hanya sebagai kitab berbahasa Arab, atau buku sastra, dan bukan kitab tasyrî’, bisa dipahami sebagai upaya untuk menundukkan al-Qur’an agar bisa didekati dengan teori yang miskin ini.
3.       Dampak Penggunaan Metode Hermeneutika
1. Merusak tatanan syariat (hukum) Islam yang Telah Mapan secara keseluruhan
Dengan kontekstualisasi maka beberapa hukum yang telah mahsyur menjadi batal. Misal mengapa daging babi diharamkan? Maka harus dilihat konteksnya bukan hanya teksnya. Secara sosio-ekonomis, daging babi haram karena babi adalah binatang langka di arab ketika ayat itu diturunkan. Padahal babi saat ini adalah binatang yang paling menguntungkan jika diternakkan, karena itu ternak babi saat ini secara kontekstual “sosio-ekonomis adalah halal saat ini, karena sangat maslahat bagi umat Islam. Lalu misalnya mengapa khamr diharamkan?secara kontekstual, arab adala daerah panas, maka waja khamr diharamkan. Jika konteksnya berubah (udara dingin) maka khamr bisa saja menjadi halal.
2. Al Qur’an menjadi tunduk pada akal
Al Qur’an yang merupakan kalamullah menjadi sama dengan teks-teks lain pada umumnya yang meniscayakan kontekstualisasi dan dengan demikian konstruksi wahyu menjadi hilang. Al Qur’an dengan demikian bisa didekati dengan perspektif HAM, Demokrasi, Gender Equality dan berbagai racun pemikiran lainya.
3. Runtuhnya Bangunan Keimanan/Tauhid Umat Islam
Hermeneutika berangkat dari asumsi pemikiran dasar yakni tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran itu relatif. Dengan asumsi tersebut maka seluruh klaim kebenaran, termasusk didalamnya adalah agama menjadi hilang atau harus dihilangkan. Pemikiran inilah yang menjadi dasar atas munculnya paham pluralisme agama yang haram.

Hermeneutika sebagai bagian dari karya besar orientalisme telah berhasil, setidaknya berhasil menciptakan hegemoni pengetahuan atas tafsir kitab suci termasuk Al Qr’an. Sebagaimana tujuan dari orientalisme yang memang digunakan sebagai upaya hegemoni barat-kristen atas dunia timur-Islam. Harapan besarnya tentu adalah makin hilangnya kepercayaan/keyakinan umat Islam atas Islam itu sendiri.

4.       Khatimah
a.       Hermenutika sebagai metode tafsir bible tidak bisa diterapkan dalam menafsiri Al Qur’an karena 2 (dua) hal yakni bahwa (1) teks al qur’an dan bible adalah tidak sama/berbeda dan (2) sejarah peradaban kristen dan Islam yang juga berbeda
b.      Hermeneutika dalam bible bermula dari masalah 1)ketidakyakinan atas kesahihan teks bible oleh para ahli bible. 2) tidak adanya laporan tentang tafsiaran yang boelh diterima umum, yakni ketiadaan tradisi mutawatir dan ijma dan 3) tidak adanya sekelimpok manusia yang menghaalnya.
c.       Secara epistemologis, hermeneutika ---sebagai teori interpretasi-epistemologis---bukan dari Islam, tetapi merupakan produk tsaqâfah Barat. Pengetahuan yang lahir dari akidah dan pandangan hidup yang berbeda dengan Islam. Sebagai metode berfikir, hermeneutika justru mengalami kebobrokan dari dalam, terutama ketika meniadakan anggapan-anggapan dasar, yang notabene dibutuhkan oleh sebuah metode berfikir rasional seperti ini. Dan, sebagai teori interpretasi-epistemologis, atau kaidah penafsiran, tafsir hermeneutika hanya bisa digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an jika dibangun berdasarkan angggapan yang salah terhadap al-Qur’an. Seperti anggapan, bahwa al-Qur’an hanyalah produk budaya; al-Qur’an itu tunduk pada sejarah; al-Qur’an itu kompilasi Kata Tuhan dan kata Muhammad; al-Qur’an ---karena kehendak sejarah, bukan karena perintah Tuhan--- telah direduksi menjadi Corpus officiel clos. Dari sinilah, lahir tahap-tahap pewahyuan Arkoun, yang dipengaruhi oleh pandangan Paul Ricoeur itu. Begitu juga, ketika al-Qur’an hanya dianggap sebagai kitab sastra Arab, dan bukan kitab tasyrî’, maka keterbatasan hermeneutika itupun bisa digunakan untuk menjamah kitab suci ini. Namun, jika anggapan terhadap al-Qur’an itu benar, teori epistema seperti ini pasti tidak mempunyai tempat di sisi al-Qur’an yang mulia itu.
Di atas semuanya itu, seperti keinginan Arkoun, semuanya itu dimaksud untuk melakukan sinkretisme, agar nilai kebenaran kitab suci itu bisa diterima oleh semua “ahli kitab” (Yahudi, Nasrani dan Islam), atau mengkompromikan Islam dengan kekufuran.
d.      Beberapa tokoh orientalis-hermeneutika di Indonesia adalah Harun Nasution (aktor perubahan IAIN-PTAIN menjadi UIN dll), Nurcholis Madjid keduanya merupakan murid langsung Fazlur Rahman (Mc Gill University, USA). Saat ini dilanjutkan oleh Azyumardi Azra, Luthfi Asyaukani, Abdul Moqsith Ghozali, Ulil Abshar Abdala dll (JIL).

e.       Hermeneutika sebenarnya tidak terlepas dari agenda orientalis terhadap Islam. Antitesanya yakni oksidentalisme muncul tetapi tidak se-dahsyat orientalisme. Karena memang oksidentalisme tidak dalam rangka counter hegemonic tetapi lebih pada penyeimbang hegemoni orientalisme yang didukung dengan dana tak terbatas oleh barat-kristen. Semoga ALLAH senantiasa lindungi kita, keluarga dan ummat Islam dari racun – racun pemikiran dan ALLAH juga segera menurunkan pertolongannya bagi tegaknya Syariah dan Khilafah,aamiin yaa robbal ‘alamin. Wallahu’alam bishowab.[] Disarikan dari berbagai sumber.

Thursday 27 February 2014

TNI Manunggal dengan Relawan HTI dan Warga Perbaiki Sumber Air Bersih


Berita Foto Aktivitas Qodho Masholih Ummat Hizbut Tahrir Indonesia di Gunung Kelud:

Di Posko yang terletak di Dusun Panggungsari Desa Kebonrejo Kec. Kepung di didapatkan fakta bahwa air bersih menjadi persoalan utama warga karena sumber air dari PDAM rusak jaringanya dan sumber yang berasal dari lereng kelud juga tidak mengalir.
Pada malam hari selepas Magrib hari Sabtu/22 Feb 2014 para relawan HTI bersilaturahim dengan warga dan dari hasil silatruahim tersebut didapatkan informasi letak sumber air walaupunn belum bisa dipastikan.
Akhirnya ba'da shubuh hari ahad/23 Feb 2014 diputuskan memberangkatkan tim yang dipimpin oleh Ust. Hussein. 

Alhamdulillah niat untuk mencari tahu kondisi sumber air mendapatkan dukungan dari warga yang kebetulan berpapasan dengan tim. AKhirnya warga bersama tim menuju bendung sumber air.

Setelah perjalanan panjang kurang lebih 3 KM jalan kaki naik turun bukit tim dan warga sampai di bendung sumber air yang ternyata jaringan tertutup oleh batu-batu besar-pasir dan sebagainya. 

Mengetahui hal itu tim yang awalnya hanya ingin mencari informasi kondisi bendung sumber air memutuskan untuk sekaligus mengeksekusi (menyingkirkan sumbatan yang ada) bersama warga. dan Alhamdulillah tidak lama kemudian datang tim dari TNI (Yonif Branjangan Surabaya) datang untuk membantu. Jadilah tim dari Hizbut Tharir Indonesia manunggal bersama TNI dan warga bahu membahu menyingkirkan sumbatan batu-batu besar, pasir dll.

Dan alhamdulillah sebelum jam makan siang sumbatan-sumbatan tersebut berhasil disingkirkan.

Dari informasi warga didapatkan bahwa relawan HTI adalah relawan pertama yang sampai dan memikirkan keberadaan sumber air tersebut. Informasi dari warga mereka sudah melaporkan kondisi tersebut kepada pihak berwenang tetapi belum mendapatkan perhatian. Perwakilan warga Bapak Gianto menyatakan salud dan apresiasi kepada tim relawan HTI atas kinerjanya.

Semoga kerja keras tim dan semua yang terlibat, bapak-bapak dari TNI dibalas oleh ALLAH dengan pahala yang berlipat,aamiiin yaa robbal 'alamin..

Monday 28 October 2013

Inilah Islamic Miss World...

Inilah Miss Words sejati Sepanjang Masa,........
Benar benar cerdas, berkepribadian baik dan Layak untuk menjadi teladan Wanita.
Walau pun tidak pernah di besar kan oleh Media.
Tidak gila harta dan tidak gila pujian manusia........
..............................................
Khadijah berhak menjadi wanita terbaik didunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu'minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.

Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira'. Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan.

Rasulullah SAW bersabda :
"Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa."

Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, padahal dihadapan kita ada "wanita terbaik di dunia" Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mu'minin yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya.

Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan didalam istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya.

Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :
"Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah disyurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan."
[HR. Bukhari dalam "Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata :"Keshahihannya telah disepakati."]

Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya oleh dunia?

Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu'min yang orang pertama yang beriman kepada Allah dibumi sesudah Nabi SAW.
Khadijah r.a. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia berdiri dibelakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para wanita.

Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua didalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat-ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia menampakkan diri dijalannya, antara langit dan bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian tiada penghibur teman, pembantu maupun penolong.

Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah
berkata :
"Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku."
Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya kepada Khadijah r.a.

Khadijah r.a. berkata :
"Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini."

Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali peneguhan bagi hatinya penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal.

Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata kepadanya :
"Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda :"Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan asal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan salam (kesejahteraan)".

Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun
di antara para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta
khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung da'wah itu sesudahnya.

Sesungguhnya Khadijah r.a. merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya.

Rasulullah SAW bersabda:
"Khadijah beriman kepadaku ketika orang- orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia."
[HR. Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]

Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a.,
dia berkata :"Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :"Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhannya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut didalamnya dan tiada kepayahan."
[Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539]::Copas Ust @Hasby Harokan)

Wednesday 23 October 2013

Meneladani Lukman Dalam Mendidik Anak

Sebagai orang tua, anak adalah tumpuan harapan. Orang tua senantiasa menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Pendidikan, pakaian, makanan, serta masa depan. Dalam setiap kehadiran anak, orang tua senantiasa merangkaikan doa pada anakny, baik doa yang tersurat dalam pilihan nama yang diberikan pada anaknya, maupun doa yang selalu terucap dalam kata dan kalbu orang tua.

Berharap anaknya akan selalu sehat, menjadi anak yang cerdas, memiliki pasangan hidup yang baik, serta mapan dalam hal ekonomi. Semua itu adalah bentuk kasih sayang yang ditanamkan Allah pada setiap orang tua bagi anak-anaknya.

Rasa kasih sayang dan pengorbanan yang demikian besar itulah, Allah senantiasa menempatkan perintah untuk berbakti pada orang tua setelah perintah-Nya untuk mentauhidkan Allah. Hal itu disebutkan dalam beberapa ayat di antaranya,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Isro’: 23).

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak” (QS. An Nisa’: 36).

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak” (QS. Al An’am: 151).
Tentunya seorang Muslim selalu mengharapkan kebaikan bagi anaknya baik di dunia maupun di akhirat. Dalam Al Qur’an Allah mengisahkan tentang pribadi Lukman yang layak dijadikan tauladan dalam mendidik anak.
Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ …

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, …”. (QS. Lukman: 12)
Yang dimaksud hikmah di sini, ada dua pendapat di kalangan para ulama. Mayoritas ulama berpandangan bahwa hikmah adalah kepahaman dan logika. Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa hikmah ada nubuwwah (kenabian). Para ulama lalu berbeda pendapat apakah Lukman adalah seorang Nabi.
Dari Sa’id bin Abi ‘Arubah, dari Qotadah, ia berkata mengenai firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman”. Maksud hikmah adalah memahami Islam. Dan Lukman bukanlah Nabi dan ia pun tidak diberi wahyu.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 52).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa hikmah adalah kepahaman, ilmu dan ta’bir (penjelasan). (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 52).

Syaikh As Sa’di menyatakan bahwa hikmah akan membuahkan ilmu, bahkan amalan. Oleh karenanya, hikmah ditafsirkan dengan ilmu yang bermanfaat dan amalan sholeh. Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Hikmah adalah ilmu yang benar dan pengetahuan akan berbagai hal dalam Islam. Orang yang memiliki hikmah akan mengetahui rahasia-rahasia di balik syari’at Islam. Jadi orang bisa saja ‘alim (memiliki banyak ilmu), namun belum tentu memiliki hikmah.” (Taisir Al Karimir Rahman, 648).
Atas dasar hikmah yang diberikan Allah pada Lukman, maka sosok Lukmanul hakim adalah sosok yang layak dijadikan tauladan bagi para orang tua dalam memberikan nasehat pada anak-anaknya. Berikut adalah delapan nasihat bagi anak manusia yang terdapat dalam surat lukman.

Nasehat untuk selalu bersyukur kepada Allah

وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Lukman: 12)

2. Jangan mempersekutukan Allah Azza wa Jalla

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.” (QS. Lukman: 13).
Juga ditegaskan agar tidak mempersekutukan Allah sekalipun diperintah oleh orang tua, hal tersebut ada dalam ayat 15,

“dan jika keduanya (orang tua) memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya (orang tua), dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Lukman: 15)

3. Berbuat baik kepada Orang Tua
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14).

4. Setiap perbuatan pasti ada balasannya dari Allah Ta’ala

(Lukman berkata): “ Hai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah maha Halus lagi Maha mengetahui” (QS. Lukman: 16)

5. Mendirikan shalat, dan mengajak manusia untuk beramal ma’ruf nahi mungkar.

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlan manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Lukman: 17).

6. Jangan sombong dan angkuh

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Lukman: 18.

7. Sederhana dan lembut dalam bertutur kata

“Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledei” (QS. Lukman: 19)
Maha suci Allah yang melimpahkan karunia hikmah pada pribadi Lukman. Jangan sampai kita menjadi orang tua yang durhaka pada anak karena tak mengajarkan nasehat-nasehat yang dicontohkan Allah melalui Lukman. Karena sejatinya tujuan penciptaan manusia adalah hanya untuk menyembah-Nya, dan tujuan utama dari suatu pendidikan adalah menjadikan anak-anak kita sebagai manusia mulia, yakni manusia yang bertakwa pada Allah Ta’ala. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13). Wallohua’lam. (muslimahzone.com)/bringislam.web.id

Sunday 16 June 2013

Sosok KH.Nashrudin, Pejuang Syariah & Khilafah..Rela di Boikot



Di teras rumahnya yang cukup luas, Kyai Nasrudin mengupas kitab Bunga Rampai Pemikirian Islam atau Fikrul Islam karya Syeikh Muhammad Ismail, Jumat (26/4) menjelang Ashar. “Sistem harus diubah dengan Islam, di samping itu umat juga harus dibuat shalih dengan Islam,” tegasnya kepada sekitar dua puluh santrinya yang merupakan pemuda dan bapak-bapak warga Kecamatan Tembalang, Semarang dan sekitarnya. Begitulah suasana ketika Media Umatmendatangi kyai muda dari kalangan Nahdliyin yang kini disibukkan dengan kegiatan dakwah untuk menyeru penegakan syariah Islam kaaffah dalam bingkai khilafah. Menurutnya kajian kitab yang membentuk pola pikir dan pola sikap islami karya salah satu tokoh Hizbut Tahrir itu diajarkannya setiap Jumat pukul 14.00 WIB. Sedangkan setiap Jumat ba’da Shubuh, ia pun memberikan kajian tafsir Alquran yaitu dengan Tafsir Al Ibris di masjid besar yang tepat berada di depan rumahnya. Santrinya pun sekitar 20 orang. Sebelumnya, ungkap lulusan tiga pesantren salafiyah di Tembalang (Semarang), Brabu (Grobogan) dan Kaliwungu (Kendal) ini, tiap kali dirinya mengisi kajian Al Ibris, jamaah pengajiannya yang datang minimal dua truk uyel-uyelan ditambah dengan yang datang sendiri membawa sepeda motor. Namun sejak 2008, lelaki kelahiran Semarang, 2 Maret 1975 diboikot hingga santrinya tersisa dua orang saja. Jadwal khutbah Jumat di berbagai masjid di Tembalang dan sekitarnya pun dibatalkan sepihak oleh pihak masjid. “Bahkan Taman Pendidikan Quran yang kami rintis bubar karena RT-RW menginstruksikan pada semua wali santri yang berjumlah 80 orang itu untuk mengeluarkan anaknya dan memindahkannya ke TPQ lain,” kenangnya. Itu semua terjadi lantaran tokoh-tokoh berpengaruh di tengah masyarakat belum memahami Hizbut Tahrir dan belum memahami kewajiban menegakkan kembali khilafah. Sehingga dirinya yang sejak 2007 aktif menyerukan kewajiban mendirikan kembali khilafah disambut negatif yang pada puncaknya umat dilarang lagi mengikuti kajian ulama yang sampai saat ini pun tetap aktif memimpin kegiatan yasinan dan tahlilan tersebut. Meski ia sudah menjelaskan dengan berbagai cara dan berbagai dalil dikemukakan, Nasrudin tidaklah memiliki kuasa untuk menyadarkan mereka. Itu sangat disadarinya. Apalagi dirinya pun sebelum akhirnya tersadar dan tercerahkan selama lima tahun selalu mengerahkan segala daya untuk menolak kedatangan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Semarang. Serta menolak argumentasi sang aktivis yang menyatakan menegakkan kembali syariah dalam bingkai khilafah adalah kewajiban seluruh kaum Muslim, bukan hanya aktivis HTI. 




Mengenal HT Nasrudin pertama kali mendengar nama Hizbut Tahrir pada 2002. Saat itu ia belum diboikot untuk mengisi kajian rutin Al Hikam, di salah satu masjid di Jalan Durian Semarang. “Sebagian yang hadir memang ada anggota Hizbut Tahrir. Kemudian mereka suka menanyakan persoalan umat, yang mereka sering tidak puas ketika saya jawab dengan cara menentramkan hati, keshalihan (individu-red),” ungkapnya. Rupanya beberapa aktivis HTI yang mengikuti kajian Al Hikam tersebut bermain ke rumahnya untuk berdiskusi terkait persoalan umat. Kemudian mereka mengutus seseorang untuk datang sendiri ke rumah. Meski Nasrudin tidak berminat, ia tidak enak juga bila menolak utusan tersebut akan datang pada waktu tertentu, yang merupakan waktu kosong Nasrudin. Betapa senangnya, Nasrudin ternyata pada hari H dan menjelang jamnya, hujan lebat turun bahkan disertai angin kencang. Pasti, orang itu tidak akan datang, sangkanya dalam hati. Namun dugaannya meleset. Ternyata aktivis HTI Semarang tersebut datang tepat waktu. “Ustadz dari HTI ini datang tepat waktu sebagaimana janjinya, tapi sengaja tidak saya termui,” kenang Nasrudin. Kemudian si aktivis pun pulang, dan di hari lain masih tetap juga mengabari akan datang lagi, dan memang datang tepat waktu lagi. Tapi kali itu, ia temui, itupun hanya 15 menit saja. “Akan tetapi yang disampaikan begitu mendalam yaitu pembuktian keberadaan Allah,” ungkapnya yang saat itu hatinya hampir goyah. Namun ia menguatkan diri lagi dengan menghibur diri bahwa yang dilakukannya saat ini sudah cukup baik sehingga tidak perlu lagi disibukkan untuk mengkritik pemerintah apalagi sampai turut memperjuangkan tegaknya kembali khilafah. Di kesempatan lain dirinya pun dihadiahi kitab Nidzamul Islam karya pendiri Hizbut Tahrir, Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, yang membahas Islam secara tuntas dari mulai akidah sampai membandingkan tiga ideologi dunia yakni Islam, kapitalisme dan komunisme. “Kemudian saya bandingkan dengan kitab lain seperti Ahkamul Sulthan li Mawardi. Dan selama lima tahun pula anggota Hizbut Tahrir tadi tidak ada menyerah untuk mengontak dan berusaha memahamkan saya dan selama lima tahun pula saya berusaha menolaknya,” bebernya. 




Gengsi bila harus menyerah, Nasrudin akhirnya berkontemplasi. Ia turunkan semua kitab yang pernah dipelajari selama nyantri di tiga pesantren. “Semakin saya baca lagi, semakin saya tidak menemukan hal yang salah dari pemikiran dan metode dakwah Hizbut Tahrir,” ungkapnya. Ia pun tersadar. Tidak ada alasan lagi bagi dirinya untuk menolak kebenaran. Maka pada 2007, dengan ikhlas ia mengikuti kajian rutin kitab-kitab Hizbut Tahrir dan mendakwahkannya. “Tolong catat ya, ini penting. Hal yang paling berkesan mengapa saya memutuskan untuk bergabung dalam dakwah Hizbut Tahrir,” desaknya kepada Media Umat. Pertama, jika mengkaji kitab Fatkhul Mu’in, Fatkhul Qarib, dan juga Fatkhul Hab, sampai sepertiga bab terakhir kitab-kitab tadi, maka akan menemui persoalan uqubat, hudud, juga jinayat. “Tetapi ketiga persoalan ini pada faktanya tidak dapat dilaksanakan tanpa institusi khilafah,” tegasnya. Padahal, ungkapnya, bahwa seluruh hukum diajarkan untuk diamalkan. “Hizbut Tahrir, menawarkan konsep itu, juga mengajarkan metode untuk menjalankan konsepnya,” tegasnya. Kedua, “Saya sudah mencari organisasi dakwah, dan yang paling cocok dengan ilmu yang saya pelajari adalah fikrah dan thariqah dakwah Hizbut Tahrir dalam menegakkan khilafah. Hizbut Tahrir juga sudah memberikan panduan bagaimana jika khilafah berdiri,” ungkapnya. Diboikot Sejak saat itu, dalam berbagai kesempatan, baik dalam setiap undangan pengajian, atau pun kajian di berbagai masjid termasuk dalam khutbah Jumat, ia pun mendakwahkan wajibnya menegakkan kembali negara dan sistem pemerintahan yang diwariskan Nabi Muhammad SAW tersebut. Keleluasaannya berdakwah di berbagai tempat hanya berjalan setahun saja. Karena pada 2008, ia pun diboikot. “Sampai-sampai saya juga diboikot tidak diperbolehkan lagi mengisi kajian-kajian di masjid, khutbah Jumat dan lain-lain. Juga beredar fitnah perihal dakwah saya,” ujarnya. Jamaah meninggalkan dirinya yang tersisa hanya dua orang saja. Namun, bagi lelaki dengan satu istri dan tiga anak ini, berprinsip cahaya kebenaran sudah kadung menerangi hatinya, tak boleh ada yang memadamkannya. “Ya, itu adalah konsekuensi terhadap dakwah yang kita lakukan,” tegasnya. Menurutnya, menyitir Kitab Daulah Islam karya Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, pertentangan dalam masyarakat terhadap dakwah yang ideologis bisa terjadi dalam tiga kategori yaitu propaganda negatif, pemboikotan juga kekerasan fisik. “Dua hal pertama sudah saya alami, yang ketiga dialami saudara-saudari kita di Uzbekistan, Pakistan dan lain-lainnya,” lirihnya berkaca-kaca. Alhamdulillah justru dengan itu, jamaah jadi terfilter dengan sendirinya. “Yang ikhlas, terbuka hati dan pikirannya, jadi mengkaji lagi, dan malah dengan kekuatan semangat yang lebih besar,” katanya. 




Media Umat pun sempat mewawancarai salah satu jamaah yang sempat berhenti mengikuti kajian KH Nasrudin, yaitu Bapak Hambali. Ia menyampaikan sebab kembali mengkaji yaitu karena menemukan jawaban atas pertanyaan dari mana hidup, untuk apa dan ke mana setelah mati dengan konsekuensinya. Ketika ditanya, mengapa tidak menghentikan saja dakwah tentang wajibnya menegakkan khilafah agar jamaahnya kembali banyak, ia pun menjawab: “Jika kita mempunyai jamaah yang banyak yang dapat mengangkat derajat kita di masyarakat, apakah titik ini sajakah tujuan kita? Ataukah seruan Allah yang lebih tinggi? Karena bagaimanapun yang tertinggi adalah mendapatkan keridhaan Allah.”[www.syariahpublications.com] brojo p laksono/joy *Aktivis HTI Semarang - See more at: http://syariahpublications.com/2013/06/13/rela-diboikot-demi-keridhaan-allah/#sthash.MKfBCv2l.dpuf

Wednesday 1 May 2013

Alasan ASLI mengapa BBM rencana dinaikkan...

Mendengarkan berita - berita di televisi, media cetak maupun media online, para elit negeri ini pada Ngomong bahwa ekonomi negara sedang kritis, APBN bisa jebol kalo BBM tidak dinaikan. Benarkah demikian?? Tulisan berikut hendak menguraikan beberapa terkait dengan hal ini dan silahkan anda tafsiri kira-kira benarkah pendapat/omongan para elit itu.
Untuk menjawab pertanyaan diatas sebenarnya mudah, kita sedari kecil dulu sudah mengetahui bahwa negeri ini sangat kaya akan tambang, minyak dan gas dan lain - lain. Mengapa APBN bisa jebol dan ekonomi kritis alias negara tidak punya uang??mengapa demikian??sehingga mengakibatkan subsidi harus dikurangi bahkan dihilangkan supaya ekonomi tidak kritis??

Sebagai gambaran bahwa Indonesia memiliki banyak blok migas yang tersebar dari aceh sampai papua, indonesia memiliki tambang yang menyebar dari aceh sampai papua pula. Lalu kemana itu semua?? Ternyata blok - blok tambang, minyak dan gas itu dikuasai oleh asing. Sehingga dengan demikian asing lah yang menikmati keuntungan besar dari adanya tambang, minyak dan gas tersebut. 
Di area Kab.Bojonegoro-Blora-Tuban-Jatim yang merupakan kampung halaman saya bisa jadi adalah contoh konkret aneh bin nyata nya pengelolaan migas di Indonesia. Pertamina, yang notabene BUMN nih, mereka akhirnya hanya ngurusi sumur-sumur tua dan sumur-sumur dengan cadangan minyak kecil sedangkan giliran ada sumur/blok yang punya cadangan besar alias guuuedee seperti blok cepu yang meliputi kab. Tuban, Kab. Bojonegoro dan Kab Blora di berikan dech ke perusahaan asing - amerika yakni Exxon Mobil. opo tumon jare susah minyak tapi duwe minyak diwenehke wong liyo??
Ini baru satu contoh, masih banyak contoh yang lain. Kalo tidak percaya tanya mbah google aja..hehhehe. Jadi, intinya rencana kenaikan BBM itu bohong jika dibilang bahwa alasanya adalah subsidi BBM membebani APBN. Yang membebani APBN itu ya mark up proyek, korupsi, pemborosan anggaran dll disamping juga yang tidak kalah penting adalah faktor penjualan sumber daya alam kita ke asing.

secara sederhana bisa kita katakan bahwa mereka mengeluh APBN kritis TAPI giliran sumber uang yakni adanya blok minyak dan gas dengan cadangan besar, ehh justru di kasih ke asing..ada gunung emas diberikan ke asing. maka saran saya kepada Pemerintah kalo mau APBN tidak jebol, ekonomi negara tidak kritis salah satu caranya ya NASIONALISASI aja itu semua tambang migas...dijamin bingung alokasi duitnya..krn saking banyaknya duit..mandi uanglahh itu nanti kalian..

Alasan ASLI mengapa BBM diNAIKkan..

Setelah saya cari-cari alasan naiknya BBM ternyata tidak ketemu juga. Akhirnya ketemu alasan paling nyata kenapa BBM direncanakan naik itu yakni aslinya adalah memenuhi Letter of Intent IMF 1998 yang mensyaratkan dihapusnya subsidi.# lha iki kie jane negorone sopo je?

Foto Michael Camdessus (perwakilan IMF) Menyaksikan Soeharto Menandatangani LoI IMF 

Bagi yang belum tau IMF itu antek neoliberalisme-kapitalisme. Nah paham ekonomi neoliberalisme itu setidakny ada 5 ; 1) biarkan pasar bekerja (rezim pasar bebas)--> ini mewujud pada yang namanya "Free Trade Area" misal Asia Free Trade Area (AFTA), ASEAN Free Trade Area dll. 2) kurangi pemborosan dengan memangkas subsidi, krn subsidi menghambat pasar bekerja dgn baik-->ini mewujud pada subsidi BBM yngg terus dikurangi dgn target tidak ada lagi subsidi sehingga kelak BBM di singapura, thailand, amerika dll akan sama dgn di indonesia istilah kerenya harga keekonomian (istilahnya sj yg keren, aslinya yo harga pasar kuwi alias subsidi dihilangkan). 3) deregulasi ekonomi -->ini mewujud pada penghilangan peran negara dalam ekonomi dgn cara pengaturan regulasi2 ekonomi seperti tarif dll. 4) dilakukan privatisasi -->ini mewujud pada kasus misalnya privatisasi BUMN sampai pada akhirnya tidak ada lg status BUMN. Semua akhirnya sama baik BUMN maupun swasta domestik maupun swasta asing.dampaknya untuk mendapatkan blok tambang-migas BUMN spt pertamina pun harus ikut tender bersaing dgn perusahaan2 asing. (wong anake dewe kok kon bersaing karo anake wong liyo, sdh gitu anak org lain itu lebih dewasa lagi-->logikanya dimana coba???). 5) ganti paham tanggungjawab bersama menjadi tanggungjawab individual, -->ini mewujud pada konsep yg saat ini dikembangkan dimana-mana yakni partisipasi masyarakat. masyarakat diminta pasrtisipasi itu hanya bahasa halusnya tapi aslinya itulah pengalih-tanggungjawab negara kpd masyarakatnya...Mari kita renungkan, masihkah kt mau dikelola oleh rezim kapitalis-neoliberal???Kalo saya sih nggak mau. #SYARIAH-KHILAFAH-SOLUSI#DemokrasiMati

Lulusan SD pun Pejuang Syariah & Khilafah


kisah ini menceritakan kisah seorang anak lulusan Sekolah Dasar (SD) di wilayah Tuban - Jawa Timur. Bagi saya dia sangat menginspirasi saya dalam berda'wah..Saya tidak usah sebut namanya ya..nti ndak gimana-gimana, kalo pengen tau namanya japri aja..he..he..

dia terlahir dari keluarga tidak punya, seingat saya, sebelum dia lulus SD bapaknya telah meninggal dunia,jadilah dia anak pertama dengan adik 2 orang, cowok semua. Jangan bayangkan dia lahir dalam keluarga yang punya tradisi keislaman yang kuat, dia terlahir dengan ayah seoarag (maaf,..sekali lagi maaf) tukang minum, (semoga Allah mengampuni dosa beliau dan menerima amal baiknya, amiin), si mbahnya adalah bandar minuman keras tradisional, sehingga hampir tiap pagi dan sore rumahnya di sambangi oleh para penikmat miras tersebut..jadi bisa dibayangkan kan, situasinya yang begitu sulit di rumahnya..

Akan tetapi apakah dia menyerah dan mengaku kalah dengan kondisi itu??tidak kawan...dia terus melaju dengan da'wah bagi tegaknya syariah dan khilafah, walo dia sendiri di lingkunganya,..Allahu Akbar!!

Pernah suatu kali dia ditentang habis-habisan oleh lingkunganya karena mengomentari pilkada dan praktek demokrasi di lingkunganya,dampaknya dia pergi satu hari dari rumah dan kemudian kembali lagi ke rumah untuk memenangkan diri, apakah dari situ dia kapok berda'wah??tidak kawan, dia terus melaju...subhanallah..

sampai pada akhirnya dia sampai pada keikutsertaanya pada konfresni Rojab 1432 H di Stadion Deltras Sidoarjo,..komentarnya terkait even itu sebagai berikut ;

"wah luar biasa. Gak bisa diungkapin dengan kata-kata,...aku merinding di tengah ribuan orang yang bertakbir dan mereka menyerukan satu visi yaitu ganti sistem demokrasi dengan syari'ah di bawah naungan daulah khilafah....luar biasa"..

saat ini dia bekerja sebagai penjual koran di perempatan, setelah beberapa waktu lalu pernah bekerja di mebeler tapi kesehatan memaksanya untuk berpindah haluan..

oiya, ada yang menarik lagi yang perlu saya ceritakan, ceritanya saat dia berjualan koran, sembari membaca koran sebentar-sebenttr, dia diajak bicara dengan orang, saya agak lupa apa yang dibicarakan, akan tetapi pada akhirnya si bapak partner ngobrol ini..berkata " sampeyan kuliah dimana???..lalu dia jawab " saya tidak kuliah, cuma lulusan SD,..bapaknya menjawab..ahh ora percoyo..

Kisah ini smakin meyakinkan saya bahwa orang Islam itu jika benar-benar mempelajari Islam pasti pintar..dan tidak butuh orang yang bergelar S1, S2, S3 sampe profesor untuk bisa memahami Islam...itulah Indahnya Islam dan keluarbiasaan sistem Islam dalam mencerdaskan manusia..ya iyalah namanya juga dari Dzat yang Maha Segalanya...

Semoga Kita semua Istiqomah daam da'wah sampai akhir hayat kita semua, wabil khusus, buat sodaraku yang menginspirasiku ini,...:-)..dan kelak kita dipertemukan oleh Allah di Surga-Nya bersama Rosul dan orang - orang yang dicintai-Nya,amiiin....